Sejarah Badan Permusyawaratan Desa

Sejarah Badan Permusyawaratan Desa bermula dari lembaga rembug desa berubah sesuai perkembangannya menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Pada artikel ini akan diulas secara ringkas perkembangan lembaga perwujudan demokrasi yang mewakili kepentingan masyarakat desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ditinjau dari pengaturan tentang desa dari masa kolonial sampai masa lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

1. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda

Pada zaman penjajahan Belanda, Desa di kenal dengan sebutan Volkgemeinschapeppen atau kesatuan masyarakat yang hidup bersama secara mandiri. Pada jaman itu, desa diakui sebai sebuah komunitas hukum yang memiliki ciri khas. Tradisi kemandirian untuk mengatur pemerintahan sendiri, hal ini terbukti dengan adanya rembug desa sebagai keputusan hukum tertinggi di tingkat desa bagi masyarakat dalam memutuskan suatu masalah yang ada di desanya.

Pengaturan tentang desa zaman kolonial Belanda diatur melalui Inlandsche Gemeente Ordonantie atau IGO (Stbl No. 83/1906) dan Inlandsche Gemeente Ordonantie Buitengewesten atau IGOB (Stbl No. 490/1938 jo Stbl No. 681/1938) mengatur bentuk, kewajiban, dan hak kekuasaan pemerintah desa berdasarkan hukum ketataprajaan maupun berdasarkan hukum perdata. Namun pada masa ini belum diatur tentang badan legislatif desa.

2. Masa Pemerintahan Jepang

Setelah berakhinya pemerintahan Kolonial Belanda, Pemerintahan Jepang mengatur tentang desa dalam Osamu Seirei. Badan legislatif desa belum masuk dalam pengaturan tentang desa tersebut.

3. Masa Kemerdekaan

Pada masa kemerdekaan, desa tetap diakui berdasarkan susunan aslinya. Untuk mengatur pemerintahan, lahirlah UU No. 1 Tahun 1945 yang mengatur tentang kedudukan desa dan kekuasaan komite nasional daerah. Undang-undang ini dianggap terlalu sederhana dan kurang memuaskan dan digantikan dengan UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini daerah dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni propinsi, kabupaten/kota besar, dan desa/kota kecil.

Dimasa Republik Indonesia Serikat (RIS) ditetapkan peraturan desentralisasi oleh pemerintah Negara Republik Indonesia Timur (NIT) yakni, UU No. 4 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Indonesia Timur. Undang-undang ini membagi daerah menjadi tiga tingkatan, yakni; Daerah, Daerah Bahagian, dan Daerah Anak Bahagian. Setelah Indonesia kembali menjadi negara Republik, pengaturan tentang Pemerintahan Daerah diatur kembali melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

Keluarnya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden mengeluarkan Penpres No. 6 tahun 1959 tentang pemerintahan daerah. Lahirnya Penpres ini terjadi pemusatan kekuasaan ke dalam satu garis birokrasi yang bersifat sentralistis. Pemerintah membentuk Panitia Negara Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Selama dua tahun bekerja lahirlah dua undang-undang, yakni Undang-undang No. 18 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja.

Istilah Desapraja yang digunakan dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1965 digunakan secara seragam di seluruh Indonesia. Alat-alat kelengkapan Desapraja menurut undang-undang ini adalah: (a) Kepala Desa; (b) Badan Musyawarah Desa; (c) Pamong Desa Praja; (d) Panitera Desa Praja; (e) Petugas Desapraja; dan (f) Badan Pertimbangan Desapraja. Akan tetapi, pelaksanaan undang-undang ini ditunda (dibekukan) dan pelaksanaan Desapraja tidak terwujud.

4. Masa Orde Baru

Pada masa ini desa di bawah pengaturan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Desa. Undang-undang ini lahir menggantikan Undang-undang No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja. Poin-poin yang diatur pada bab dua tentang desa adalah pertama, tentang pembentukan, pemecahan, penyatuan, dan penghapusan desa; kedua, tentang pemerintahan desa; ketiga, tantang kepala desa, keempat, tentang sekretariat desa; kelima, tentang dusun; keenam, tentang Lembaga Musyawarah Desa (LMD); ketujuh, tentang keputusan desa; dan kedelapan, tentang sumber pendapatan, kekayaan, dan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa.

Pengaturan tentang LMD terdapat pada pasal 17, bahwasannya kepala desa merangkap jabatan sebagai ketua LMD dan sekretaris desa merangkap jabatan sebagai sekretaris LMD. Keanggotaan LMD menurut pasal 17 ayat (1) adalah kepala-kepala dusun, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan pemuka-pemuka masyarakat desa yang bersangkutan. Terlihat bahwa keanggotaan LMD tidak dipilih melalui musyawarah atau mufakat oleh masyarakat desa, akan tetapi keanggotaan LMD diisi secara otomatis ketika seseorang menjabat sebagai kepala dusun, pimpinan lembaga kemasyarakatan, dan pemuka masyarakat.

5. Masa Reformasi

Pada masa reformasi lahir Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan kemudian digantikan melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah lahir menggantikan Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Desa. Dalam undang-undang ini Lembaga Musyawarah Desa (LMD) diganti menjadi Badan Perwakilan Desa. Keberadaan BPD secara normatif menandai terbentuknya lembaga pengontrol kepala desa dengan menjalankan fungsi check and balances dalam pemerintahan desa.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ini kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penjabaran lebih lanjut tentang pengaturan BPD ini ada dalam Peraturan pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa.

BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa yang jumlah anggotanya ditetapkan dengan jumlah ganjil, yakni 5 (lima) hingga 11 (sebelas) orang. Memiliki fungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Wewenang terpenting yang diberikan kepada BPD adalah membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Dengan adanya wewenang ini BPD bersama kepala desa dapat bersama-sama dalam membuat peraturan desa. Setelah peraturan dibuat dan disahkan, BPD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa tersebut dan BPD juga melakukan pengawasan terhadap peraturan kepala desa. Untuk menunjang wewenang ini, BPD diberikan hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah desa. BPD memiliki hak legislatif dan hak pengawasan/controlling serta hak budgeting. Tentang hal ini diatur dalam pasal 73 ayat (3) yang berbunyi: “kepala desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa."

6. Masa Pasca Reformasi

Setelah 17 tahun reformasi berlalu (1999-2016), Undang-undang tentang pemerintahan daerah terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Ide-ide untuk memecah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah akhirnya terlaksana dengan lahirnya 3 (tiga) undang-undang baru yakni, undang-undang tentang pemerintahan daerah, undang-undang tentang desa, dan undang-undang tentang pemilihan kepala daerah.

Setelah mengalami perdebatan yang sangat panjang, akhirnya disahkan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada tanggal 15 Januari 2014. Aturan pelaksanaan undang-undang ini diatur dalam PP No. 43 Tahun 2014 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 47 Tahun 2015 pada tanggal 30 Juni 2015.

Pengaturan ini berbeda dengan pengaturan pada undang-undang sebelumnya. Pada PP No. 72 tahun 2005 pasal 55 ayat (1) disebutkan bahwa peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD. Dalam undang-undang terbaru tentang desa, BPD hanya memberikan pertimbangan terhadap peraturan desa, bukan lagi memberikan persetujuan. Derajat pertimbangan justru lebih ringan dibandingkan dengan persetujuan. Pertimbangan dapat diterima atau ditolak, sedangkan persetujuan sifatnya mengikat. Apabila BPD menolak menyetujui sebuah rancangan peraturan desa karena berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka rancangan tersebut tidak dapat dilanjutkan penyusunannya.

Demikianlah ulasah singkat sejarah BPD. Dalam perkembangannya, BPD mengalami berbagai bentuk perubahan pengaturan. Kesimpulan masih diperlukan adanya pengaturan yang lebih baik lagi untuk BPD kedepannya agar BPD dapat berfungsi sebagaimana mestinya sebagai lembaga legislatif bagian dari pemerintahan desa.


Referensi

Disarikan dari artikel ilmiah ditulis oleh Suryaningsih. 2014, "Sejarah Perkembangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di Indonesia: Dahulu, Kini, Dan Masa Depannya." https://www.researchgate.net/. diakses pada 26 Februari 2023.

Posting Komentar